Listen my writing
‘’YANG TERTULIS’’
Saya berlari melewati jalan yang kadang berwarna putih dan kadang hitam, saat melewati jalan putih, saya mendengar suara teriak tangis seakan marah dan meminta bantuan , saya hanya berlari lebih jauh. Saat di jalan berwarna hitam, saya mendengar segerombolan orang yang sedang tertawa mengejek. Aku menoleh dan tak ada siapapun. Saya terus berlari, berharap suara tersebut hilang. Berlari lebih jauh, lebih jauh lagi. Suara tersebut mengejar saya. Kaki saya terhenti, tangis saya mengencang dan saat itulah suara tangis tadi menghilang tetapi suara tawa semakin mengencang. Saat saya ikut tertawa, suara tangis tersebut menghilang. Sehingga saya berlari sambil menangis dan tertawa berharap suara suara tersebut menjauhi saya, kaki saya melepuh dan terhenti. Suara tawa dan tangis kembali tepat di belakang kuping saya. Saya menjerit menutup mata. Ketika saya membuka mata saya sedang berada dikerumunan orang banyak. Tentu saja saya terkejut, tak tahu apa yang terjadi. beberapa orang terlihat hawatir beberapa orang sedang memegang handphone nya untuk merekam. Seorang kakek tua menyodorkan sebuah minum, menepuk pundak saya dan bertanya ‘’hai, nak kau taka pa-apa? ‘’ Saya hanya mengangguk. Saat kerumunan orang mulai pergi hanya tinggal kakek tua yang menolong saya berdiri, terlihat jelas kakek tersebut khawatir,‘’tak apa kek saya sudah baik-baik saja’’ meyakinkannya. Kakek tersebut berdiri dan pamit pergi, dengan membawa tongkat dan pelastik besar di pundaknya. Saya berdiri dan mencari angkot untuk pulang. Sesampainya dirumah saya masih memikirkan kejadian tadi, meyakinkan diriku bahwa itu hanya mimpi sambil berkata ‘’ that’s oke Im fine’’
Seperti biasa, malam harinya kakak mengajak saya pergi membeli kebab kesukaannya di kompleks depan. Tempatnya tak juah dari rumah, sehingga cukup dengan berjalan kaki saja sambil menikmati suasana di malam hari. Dipertengan jalan saya mendengar seseorang memanggil dari atas , saya mengangkat kepala dan semua bintang jatuh kebumi , tentu saja saya berteriak sambil menutup mata, saya menangis histeris tak yakin akan tetap hidup,’’ heiii toloong’’ suara bintang didepan saya meminta bantuan tentu saja saya menghampirinya perlahan, antara ingin maju dan mundur. Suara semakin jelas tiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttt titttttttttttttttttttt saya terlempar kepinggir jalan. Kakak saya menarik tangan saya, dan berkata ‘’ gila kamu yaaa…. Kamu mau mati? Kamu ga denger dari tadi klakson di depan bunyi? Parah, gila lo’’. Kakak saya marah sambil gemetar. Saya hanya melihatnya dan tercengang tidak tau apa yang harus saya katakan, ternyata itu adalah bunyi klakson dan lampu motor,bukan bintang. Kami berdua pulang tanpa membawa apa-apa, diperjalanan pulang saya hanya diam dan berfikir, tentang apa yang terjadi, kenapa saya menjadi halu, ‘’ aku gila kak’’ kataku, iyaa lo gila’’ jawabnya ketus. ‘’Oke Im not fine’’ berkata dalam hati. Dan cerita ini dimulai.
Semua dimulai dari saya memfonis diri menjadi orang gila, hidup saya hanya ada hitam dan putih, tak ada teman tak ada lawan semuanya bergerak melawan arah, tak jarang saya ingin mengakhiri hidup saya. Saya merasa tidak berguna, semua orang membenci saya, selalu merasa hanya menjadi pemain figuran bahkan dalam hidup saya sendiri, iri, dengki itu yang menggeluti pikiran saya. Saya berada di pojok ruangan kosong, tak ada orang yang mengingat nama saya. Sudah 99 kali saya mencoba mengakhiri hidup mulai dari cara sederhana sampai yang seperti drama, hingga sampai pada tiitk dimana saya lelah melawan arah, saya pasrah dan saya menerima kegilaan saya, tetapi ada beberapa hal yang masih saya perjuangkan saya harus menjadi pemeran utama.
Saya mulai menulis sebuah cerita dimana saya menjadi pemeran utamanya dengan karakter :cerdas,cantik,baik hati, pemaaf, penyayang everybody loves me, knows me As a hero and I want to live forever. Tentu saja saya senang hal itu membuat saya lupa bahwa saya adalah orang gila. Saya memulai halaman pertama dengan perkenalan karakter seorang puteri yang perfect, setting yang saya ambil di kerajaan yang penuh dengan bunga-bunga bermekaran dan kupu-kupunya yang indah. Kemanapun saya pergi kupu-kupu dan bunga-bunga menyambutnya. Saya suka menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan, apalagi terhadap rakyat kecil yang membutuhkan pertolongan, setiap pagi saya keluar istana menyamar menjadi pelayan agar bisa bertemu dengan rakyat diluar sana tanpa perlu perlindungan ketat dari istana, saya pergi mengeliligi rumah-rumah penduduk, memantau apakah mereka sudah hidup dengan baik atau tidak, apakah rakyatku bisa makan atau tidak, hingga sampai di rumah terakhir yang saya kunjungi, saya melihat seorang ibuk mondar-mandir di depan rumahnya, terlihat jelas bahwa dia sedang kebingungan, saya mendekati ibuk tersebut dan bertanya dengan penuh kasih sayang, rupanya ibu tersebut sedang risau dikarenakan anak-anaknya di dalam sedang kelaparan, belum makan dari hari kemarin, ibu tersebut tidak mempunyai beras untuk dimakan, dia hanya pura-pura keluar rumah agar anaknya sedikit tenang tidak lagi menangis, miris hati saya mendengarnya teringat diistana bisa memakan apapun yang saya inginkan, sepulangnya dari rumah tersebut saya segera pergi keistana dan meminta agar ajudan mengirimkan beras dan lauk pauknya. Hari-hari saya begitu menyenangkan di dalam cerita saya, sehingga saya lupa sudah beberapa halalaman yang saya tulis , saya melanjutkan ceritanya dan menulis tanpa henti, saya terhanyut didalam ceritanya. Hingga sampai pada halaman terakhir, tulisan saya berubah. saya tak lagi ingin menolong rakyat kecil bahkan saya sangat jijik melihat rakyat kecil yang kumuh bahkan saya menyiksa semua orang miskin yang berada dihadapan saya. Kemudian datanglah seorang puteri cantik dengan gaun yang indah yang menolong rakyat kecil. Semua orang mengaguminya. Semua berbalik arah, tak ada lagi yang menyukai saya. Saya sangat membenci puteri tersebut sehingga aku memculik dan membawanya ke hutan yang lebat. Saya tidak tau apa yang terjadi, tertulis dengan sendirinya. Seharusnya di halaman terakhir saya bertemu dengan seorang pangeran, jatuh cinta hingga menikah. Meski saya sudah menulisnya cerita tersebut berubah dengan sendirinya, Baju saya berubah menjadi hitam dan bertanduk.
Di hutan semuanya menjadi aneh, hutan tersebut dihuni dengan setan-setan yang tidak masuk di akal kuntilanak memakai baju merah, tuyul berambut panjang, pocong berlari dan mereka berkeliaran di siang bolong.’’oh tidak,, kisah apa ini’’ ketusku dalam hati. Saya mengubah alur ceritanya melanjutkan kisah puteri tadi, tetapi tidak ada yang bisa diubah semuanya kembali kekisah konyol ini.’’ Apa yang terjadi? saya ingin keluar dari kasah Ini’’. saya menghapusnya beberapa kali tetapi tak ada yang berubah, saya berlari dan berlari meski saya tidak ingin berlari. ada yang menulis kisah ini meski bukan saya. Saya menjadi penguasa hutan dengan pengikut setan-setan aneh tersebut, saya memerintah setan-setan berburu hewan untuk makan malam, ‘’ahhhh ini konyol, dimana-mana setan menakut-nakuti bukannya malah berburu hewan, ini siapa sih yang menulis kisah, kok ya ga keren banget’’. Tetapi saya tidak bisa megucapkannya hanya bisa berkata dalam hati. Saya menyaksikan bagaimana setan-setan itu berburu, dimulai dari si dedek tuyul dia hanya berburu semut dan kawan-kawanya, si mbak kunti hanya tertawa berharap kancil itu takut, dan cak pocong malah lari dikejar babi hutan, ‘’oooh ayolah jangan tulis cerita konyol ini, harusnya setan itu harus punya wibawa’’. Saya pergi berburu sendiri, meski hati menolak tetap saja kaki saya mengkuti perintah tulisan itu, di pertengan jalan saya bertemu dengan puteri yang pernah saya buang ke hutan, dia menangis dengan cantik ditemani kupu-kupu dan bunga-bunga mengelilinginya, ‘’ahh itu seharusnya kisah ku’’ menggerutu dalam hati. Saya mengeluarkan tongkat dan mencoba membunuh puteri tadi kemudian pangeran datang dan menolongnya, pangeran menyerang saya dengan wibawanya yang mempesoana dan saya hanya diam dan pasrah, saya jatuh. ‘’Gila kan yaa itu penulis udah saya jadi orang jahat eh bucin (budak cinta) pula, kenapa ga melawan? Ah sial’’. Pangeran pergi menggendong puteri menaiki kuda setianya dan saya hanya diam melihatnya. Tanduk dikepala saya membesar, kemarahan saya membeludak, angin mengelilingi saya, langit semakin menghitam. Saya mengejar puteri dan pangeran hingga keluar dari hutan. Semua penduduk lari ketakutan, anak kecil menangis, kemarahan saya menajadi-jadi karena tidak menemukan sang puteri. Dengan sadis saya menghancurkan rumah-rumah yang saya tahu mereka berjuang seumur hidupnya untuk membangun sebuah rumah kumuh. Semua orang menangis kesakitan untuk melindungi yang mereka saying tetapi tangan saya tidak peduli, saya terus menghancurkannya. Seorang kakek mendekati saya dari jauh, saya mengenal kakek itu, kakek baik yang pernah menolong saya, ‘’jangan mendekat kek kataku menangis’’ dalam hati. Dengan wajah yang kumuh dia menangis mendekati saya, berharap kemarahan saya melunak, hati saya menjerit menangis, berharap saya bisa berhenti memerankannya. Tapi tidak, saya mendorong kakek itu dengan tongkat dia terlempar ke batu yang besar, dia mati berdarah dihadapan saya, dengan kata-kata trakhir ‘’berhentilah nak’’.
Saya terjatuh melemah, rupanya saya sedang melawan hati saya. Sungguh cerita ini tidak bisa dilanjut saya berjuang menulis kata THE END agar semuanya berakhir tetapi tidak bisa, tulisan tersebut terus saja menghilang meski sudah saya tulis berkali-kali. ‘’Tuhan jangan buat saya gila dalam cerita saya sendiri’’ saya menangis. Saya tersesat di dalam tulisan saya, saya ingin pulang. Saya tak ingin lagi memerankannya. Siapa yang sudah menulis cerita ini? Tulis ku. Beberapa menit kemudian ada sebuah jawaban.
‘’ saya yang ingin kau ubah’’ tertulis.
Saya ingin keluar, tulisku .
‘’Kau tak bisa keluar’’ tertulis.
‘’Kenapa?’’ tulisku.
‘’Kau akan mati dan abadi dikisah ini’’. Tertulis.
‘’Siapa kamu?’’ tulisku.
‘’saya yang kau anggap gila’’. Tertulis.
‘’Siapa?’’ tulisku.
‘’Imajinasi mu’’ tertulis.
Tolong aku, aku mohon, aku ingin kembali ( menangis)
Suara tawa dan tangis terdengar kembali jelas tepat di belakang saya
saya menoleh dan
membuka mata . ( sadar) Aku tidak gila.
‘’THE END’’
Comments
Post a Comment